Friday, May 13, 2011

I am so proud of myself!

Hey, pernahkah kalian merasa tidak punya apa-apa untuk dibanggakan? Kehilangan self-esteem, karena terpengaruh perkataan negatif di sekitar kalian? Dan akhirnya membuat kalian berhenti mencoba untuk mencari apa yang kalian sukai dan hanya melakukan apa yang orang lain anggap baik?

Aku pernah. Hidup lebih dari 17 tahun bersama kedua orang tua yang terlalu baik dan selalu memberitahuku apa yang harus aku lakukan, membuatku terlena dan tidak benar benar tahu atau berusaha mencari apa yang aku suka, apa yang mau aku lakukan pada hidupku. For years and years, this situation made me couldn't make any decision. Beruntung, aku mendapat kesempatan untuk hidup jauh dari orang-orang yang aku kenal selama satu tahun. Yeeah, aku berangkat ke United States untuk pertukaran pelajar selama setahun. Kesempatan menarik untuk keluar dari sangkar emas.

Honestly, at the beginning, it was like a nightmare. When people asked me what I like to do, I was confused. I felt like I had nothing I really wanted to do at that time. Then, I started to try everything. Paling tidak, aku mencoba sekedar untuk mencari tahu apa ini sesuatu yang aku suka atau tidak.

Salah satu hal besar yang aku coba adalah House Interior Design class. Kelas yang paling jarang atau mungkin tidak ada untuk tingkat Sekolah Menengah Atas di Indonesia. Susah buat beradaptasi di kelas itu, kebanyakan teman teman sekelasku punya background art yang lumayan, selain itu bahasa masih menjadi kendala utama. The only vocabulary I knew were stove, microwave, and refrigerator--lol! I had thought that my friends there might be think I am stupid, even though they actually didn't think like that. They helped me a lot.

Aku sempat hampir keluar dari kelas itu, tapi kemudian aku menemukan kembali keasyikan bermain dengan berbagai macam furniture, bentuk, warna, motif, and pola. Aku menemukan kembali kegemaran menggambar dengan pensil dan penggaris--ingat waktu kelas satu, aku sangat senang membantu salah seorang teman dengan tugas seni rupanya, walaupun aku tidak memilih kelas itu. Satu semester di kelas itu terasa sangat cepat dan sampailah aku pada final project.

Desember 2010, House Interior Design Department punya Harper College--salah satu college di Schaumburg, IL menyelenggarakan kompetisi dan guruku, Mrs Citron memutuskan itulah proyek akhir untuk kelasku. They gave us a house's floor plan yang kita harus jiplak di tracing paper, kami diharuskan menggambar furniture untuk floor plan tersebut dan memberikan contoh gambar dan warna hanya untuk great room--perpaduan dining room and family room. Mereka juga memberikan beberapa ketentuan, seperti: harus memuat 8-10orang di dalam great room tersebut--si klien ini suka bikin party ceritanya, komputer harus diletakkan di salah satu ruangan di dalam rumah tersebut, dll. Untungnya, mereka tidak memberikan budget limit untuk proyek ini. So, I could go crazy choosing unique furniture.

my floor plan, ruang besar ditengah rumah itulah ruangan yang harus kami design 

 gambar furniture harus hitam putih, dan kami harus menyertakan contoh warna atau bahan yang kita inginkan untuk furniture tersebut. 

Dua furniture disebelah kanan itulah yang akhirnya membuat aku memenangkan the most creative.

Awalnya, aku pikir there was no way I could win this competition, secara aku lupa akan window treatment, selain itu aku juga tidak memberikan sample untuk semua furniture--kayu, metal, dan kain. 4bulan berlalu, tidak ada kabar tentang kompetisi tersebut, sampai tiba-tiba Mrs. Citron, memberitahu kalau aku menang the most creative category dan 12 Mei 2011 kemarin, akhirnya aku menerima hadiahku, piagam dan drawing kit senilai $100.

 bersama dua house-interior designer dari Harper College

piagam ku dan kartu nama penyelenggara kompetisinya

Selain itu, aku sendiri menyadari kalau guru-guru di sini bukan melihat nilai bagus sebagai goal. Nilai bagus bukan segala-galanya, yang lebih penting adalah kemauan untuk mencoba dan belajar. Banyak guru-guru yang stay after school di tutoring room buat anak anak yang butuh bantuan, di hari-hari final exam pun mereka biasanya punya 'date' di district library dengan anak-anak yang mau belajar.

High school disini lebih menekan pada proses pembelajaran dan pembentukan karakter percaya diri. Hampir setiap bulan, ada penghargaan bernama Spirit of Hawks yang diberikan kepada student yang menunjukan significant improvement.

Aku memenangkan dua Spirit of Hawks, pertama di bulan Oktober dari Math and Science Department dan di bulan April dari English as Second Languange and World Languange. Ini beberapa asumsiku kenapa aku bisa mendapat penghargaan ini. Nilai-nilai di kelas matematikaku--aku ambil Algebra2 memang bisa dibilang fabulous. Jujur, tahun ini pertama kalinya lagi sejak jaman SD, aku bisa mengerjakan soal soal matematika tanpa bantuan dan contekan dari teman-teman. ESL--English as Second Languange adalah kelas english untuk anak-anak dari negara lain. Pertama kali datang ke sekolah aku ditempatkan di level 3. Dalam waktu setengah tahun, aku dipindahkan ke level 4 dan menjadi teacher assistant untuk level 3.

Ms Haq, my beautiful math teacher.

 Mrs Cho, my ESL teacher


I think I did such a great job at school in my exchange year. Aku tahu kalau aku mau mencoba dan melakukannya tanpa paksaan, aku ikut kompetisi dan menang, aku bisa juga menyelesaikan soal matematika yang aku tidak pernah bisa sebelumnya, dan aku juga bisa membantu guruku di kelas. Jelas banggalah, dan jadi lebih menghargai diri sendiri. Terserah orang mau bilang apa, yang jelas, aku berhasil menunjukkan kemauan untuk belajar.